Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use

Cuphead Game Dengan Seni Yang Tinggi

Masa kecil itu memang memang sangat mudah. Kamu dihadapkan pada pilihan antara bermain Cuphead di luar bersama teman-teman atau mungkin lebih memilih untuk tetap di dalam rumah memainkan game dan menonton kartun demi menghabiskan waktu. Apa yang terjadi ketika video game dan kartun ini bersatu dalam satu bentuk hiburan dan hadir di era modern? Itulah Cuphead yang dirilis oleh Studio MHDR.

Permainan ini menjadi salah satu yang paling dinantikan tahun ini berkat visual kartunnya yang khas dan dipenuhi rasa nostalgia bagi gamer tua saat ini. Meskipun seluruh animasi dalam game ini dibuat dengan teknik tradisional, yaitu menggunakan pensil dan kertas, bukan digital, peluncuran game ini sempat tertunda berulang kali hingga akhirnya dapat dirilis tahun ini. Dengan target permainan berlari di 60 frame-per-second (FPS) dan bukan 24 FPS layaknya kebanyakan kartun, Studio MHDR harus melaksanakan 2,5 kali lebih teliti dalam menciptakan animasi mereka. Satu kesalahan dalam satu frame saja bisa membawa dampak buruk pada seluruh animasi.

Cuphead telah dikerjakan selama tujuh tahun oleh dua bersaudara, Chad dan Jared Malhenhauer, yang bahkan nekat menggadaikan rumah mereka demi menyelesaikan game ini. Apakah perjuangan itu sepadan dengan hasil akhirnya? Mari kita lihat langsung.

Advertisement

Cuphead dibuka dengan pengantar yang terasa seperti buku cerita anak-anak. Cerita ini menyoroti dua tokoh gelas antropomorfis bernama Cuphead dan Mugman yang berada di sebuah tempat bernama Inkwell Isle. Dua karakter naif ini mengunjungi kasino yang jelas-jelas dilarang oleh pengasuh mereka – Elder Kettle. Namun, keduanya mengabaikan peringatan itu dan tetap memasuki kasino tersebut. Dalam perjalanan mereka sebagai pendatang baru, Cuphead dan Mugman terus-menerus meraih kemenangan dalam perjudian dadu. Namun rentetan kemenangan ini harus dihadapkan pada tantangan yang datang dari pemilik kasino – Iblis. Karakter antagonis ini menawarkan satu tawaran luar biasa: menangkan satu permainan lagi dan mereka akan menjadi pemilik kasino tersebut. Namun jika kalah, taruhannya adalah jiwa mereka.

Visual Cuphead Kartun Klasik Yang Memanjakan Mata

Seperti yang sudah kalian ketahui, hal yang paling mencolok dari Cuphead adalah visual yang dirancang oleh Studio MHDR. Visual dari Cuphead bertujuan untuk menghidupkan kembali gaya animasi kartun ala Rubber Hose serta Disney tahun 30-an. Gaya kartun ini memiliki ciri khas di mana semuanya terlihat bergerak dengan elastis dan mengikuti irama musik yang dimainkan. Untuk sebuah game yang dirilis pada tahun 2017, Cuphead berhasil menciptakan atmosfer ini ke dalam permainan mereka dengan sangat baik.

Semua elemen dalam game ini tampil mengagumkan dan memikat bagi mata mulai dari karakter utama, musuh, latar belakang, hingga tentu saja animasinya. Game ini berhasil menyuntikkan rasa nostalgia kepada pemain dengan visual kartun mereka, meski banyak dari pemain yang tidak lahir di era 30-an. Keberhasilan ini sepenuhnya berkat dedikasi Studio MHDR dalam menerapkan teknik animasi tradisional yang memanfaatkan pensil dan kertas. Mereka menyadari bahwa metode digital tidak dapat menciptakan nuansa kartun klasik ini, maka mereka memilih untuk menggunakan cara lama yang tentunya memakan lebih banyak waktu daripada metode digital. Dedikasi dan hasil dari game ini patut diacungi jempol.

Aspek penting lainnya dalam game ini adalah bos. Mengingat fokus game ini adalah pertempuran melawan bos, mereka harus mampu menciptakan variasi bos yang menarik untuk dilawan dan indah untuk diperhatikan. Hasilnya? Sangat Luar Biasa dan mengejutkan. Semua bos dalam game ini sangat kreatif, tidak ada satupun yang terasa mirip, dan akan membuatmu bertanya-tanya hingga ingin berteriak “What the f*ck??!!”.

Dari lokasi pertama saja, kamu sudah dihadapkan dengan berbagai bos yang aneh namun kreatif, mulai dari bunga yang bisa melempar boomerang, katak petinju yang bisa bertransformasi menjadi mesin judi, hingga wortel yang dapat menyerang dengan hipnotis. Cuphead akan terus membangkitkan rasa ingin tahumu tentang fase selanjutnya dari bos tersebut, dan ekspektasimu akan terus terkejut dengan transformasi bos yang sangat aneh namun imajinatif.

Gameplay Yang Brutal Namun Tanpa Istilah “Tak Adil”

Gameplay dari Cuphead pada dasarnya mirip dengan banyak platformer shooter lainnya seperti Megaman, Contra, atau Metal Slug. Namun, Cuphead lebih menekankan pada aspek pertempuran bos dibandingkan platforming. Game ini menawarkan 19 bos (belum termasuk sub-bos di akhir kasino), 6 level run & gun, dan 3 level Mausoleum.

Untuk bos mungkin saya tidak perlu menjelaskan lebih jauh karena sudah dibahas di atas. Namun, untuk level run & gun, jujur saya merasa sedikit kecewa. Jumlahnya yang sedikit dan semua tidak seindah level bos. Mereka sempat menunda peluncuran game ini selama satu tahun untuk menambahkan level platforming ini, namun hasilnya tidak sebaik yang diharapkan, terutama setelah melawan sekumpulan bos kreatif yang ditawarkan game ini. Bukan berarti level run & gun itu jelek, mereka tetap terlihat cantik untuk dipandang, namun game ini lebih mengandalkan pada “memberikan musuh yang tidak henti atau memberikannya yang sulit mati” untuk meningkatkan kesulitan level ini dibandingkan dengan menghadirkan desain platforming yang menantang.

Sebagian besar ide kreatif mereka tampaknya lebih banyak dituangkan untuk desain musuh ketimbang desain level itu sendiri. Dan untuk level Mausoleum, semua terasa serupa dengan variasi hantu yang berbeda, tetapi untuk jenis level ini, tidak bisa terlalu banyak dikritik karena hanya sebagai level tambahan untuk mendapatkan power-up baru.

Keep Up to Date with the Most Important News

By pressing the Subscribe button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms of Use
Add a comment Add a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Post
Divinity Original Sin

Divinity: Original Sin 2 Sensasi Role-Playing Sempurna

Next Post
PUBG

PUBG 1.0 Review – Game Tak Stabil, Namun Adiktif

Advertisement